
No : 34
Kelas : X4
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
(tidak termasuk)
|
|
(tidak termasuk)
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
O. sativa
|
Nama binomial Oryza
sativa
Deskripsi
Padi adalah salah satu tanaman budidaya
terpenting dalam peradaban.
Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan
untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa
disebut sebagai padi liar.
Produksi padi
dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian,
padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.
Hasil dari
pengolahan padi dinamakan beras.
Ciri-ciri umum
Padi termasuk
dalam suku padi-padian atau Poaceae
(sinonim: Graminae atau Glumiflorae).
Terna
semusim, berakar serabut; batang sangat pendek, struktur serupa batang
terbentuk dari rangkaian pelepah
daun yang saling menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk
lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh
rambut yang pendek dan jarang; bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang,
satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada
panikula; buah tipe bulir
atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir
bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma
yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan
adalah endospermium yang dimakan orang.
Penyebaran dan adaptasi
Asal-usul
padi budidaya diperkirakan berasal dari daerah lembah Sungai Gangga dan Sungai Brahmaputra dan
dari lembah Sungai
Yangtse. Di Afrika, padi Oryza
glaberrima ditanam di daerah Afrika barat tropika.
Padi pada
saat ini tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia
yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang
lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga, padi merupakan hasil evolusi dari
tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasar pada adanya tipe padi
yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan di sejumlah tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan
padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh
khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar.
Reproduksi
Setiap bunga
padi memiliki enam kepala sari (anther)
dan kepala putik (stigma) bercabang
dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap reproduksi
dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan
lemma jika telah masak.
Dari segi
reproduksi, padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri,
karena 95% atau lebih serbuk sari
membuahi sel telur
tanaman yang sama.
Setelah pembuahan terjadi, zigot dan inti polar
yang telah dibuahi segera membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio dan inti polar
menjadi endospermia.
Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir padi mengadung pati di bagian
endospermia. Bagi tanaman muda, pati berfungsi sebagai cadangan makanan. Bagi
manusia, pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi.
Genetika, dan perbaikan varietas
Satu set genom padi terdiri dari 12
kromosom. Karena padi
adalah tanaman diploid,
maka setiap sel padi memiliki 12
pasang kromosom (kecuali sel seksual).
Padi
merupakan organisme
model dalam kajian genetika tumbuhan karena dua alasan:
kepentingannya bagi umat manusia dan ukuran kromosom yang relatif kecil, yaitu
1.6~2.3 × 108 pasangan basa (base pairs, bp) (Sumber: situs
Gramene.org). Sebagai tanaman model, genom padi telah disekuensing, seperti juga genom manusia. Hasil
sekuensing genom padi dapat dilihat di situs NCBI.
Pemuliaan
padi telah berlangsung sejak manusia membudidayakan padi. Dari hasil tindakan
ini orang mengenal berbagai macam ras lokal padi, seperti
rajalele dari Klaten
atau cianjur pandanwangi dari Cianjur.
Orang juga berhasil mengembangkan padi lahan kering (padi gogo) yang tidak
memerlukan penggenangan atau padi rawa, yang mampu beradaptasi terhadap
kedalaman air rawa yang berubah-ubah. Di negara lain dikembangkan pula berbagai
tipe padi (lihat bagian Keanekaragaman padi).
Namun
demikian, pemuliaan padi secara sistematis baru dilakukan sejak didirikannya IRRI di Filipina. Sejak saat itu,
berbagai macam tipe padi dengan kualitas berbeda-beda berhasil dikembangkan
secara terencana untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Pada tahun
1960-an pemuliaan padi diarahkan sepenuhnya pada peningkatan hasil. Hasilnya
adalah padi 'IR5' dan 'IR8' (di Indonesia diadaptasi menjadi 'PB5' dan 'PB8').
Walaupun hasilnya tinggi tetapi banyak petani menolak karena rasanya tidak enak
(pera). Selain itu, terjadi wabah hama
wereng coklat pada tahun
1970-an. Puluhan ribu persilangan kemudian dilanjutkan untuk menghasilkan
kultivar dengan potensi hasil tinggi dan tahan terhadap berbagai hama dan penyakit padi. Pada tahun
1984 Indonesia pernah meraih penghargaan dari PBB (FAO) karena berhasil
meningkatkan produksi padi hingga dalam waktu 20 tahun dapat berubah dari
pengimpor padi terbesar dunia menjadi negara swasembada beras. Prestasi ini,
sayangnya, tidak dapat dilanjutkan. Saat ini Indonesia kembali menjadi
pengimpor padi terbesar di dunia.
Hadirnya bioteknologi dan rekayasa genetika pada
tahun 1980-an memungkinkan perbaikan kualitas nasi. Sejumlah tim peneliti di
Swiss mengembangkan padi transgenik yang mampu memproduksi toksin
bagi hama pemakan bulir padi dengan harapan menurunkan penggunaan pestisida.
IRRI, bekerja sama dengan beberapa lembaga lain, merakit "padi emas" (golden rice) yang dapat menghasilkan
pro-vitamin A pada berasnya,
yang diarahkan bagi pengentasan defisiensi
vitamin A di berbagai negara
berkembang. Suatu tim peneliti dari Jepang juga mengembangkan
padi yang menghasilkan toksin bagi bakteri kolera[1]. Diharapkan beras yang
dihasilkan padi ini dapat menjadi alternatif imunisasi kolera, terutama
di negara-negara berkembang.
Sejak
penghujung abad ke-20 dikembangkan padi hibrida, yang memiliki
potensi hasil lebih tinggi. Karena biaya pembuatannya tinggi, kultivar jenis
ini dijual dengan harga lebih mahal daripada kultivar padi yang dirakit dengan
metode lain.
Selain
perbaikan potensi hasil, sasaran pemuliaan padi mencakup pula tanaman yang
lebih tahan terhadap berbagai organisme
pengganggu tanaman (OPT) dan tekanan (stres) abiotik (seperti
kekeringan, salinitas, dan tanah masam). Pemuliaan yang diarahkan pada
peningkatan kualitas nasi juga dilakukan, misalnya dengan perakitan kultivar
mengandung karoten (provitamin A).
Keanekaragaman
Keanekaragaman genetik
Hingga
sekarang ada dua spesies
padi yang dibudidayakan manusia secara massal: Oryza sativa yang berasal dari Asia dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat.
Pada awal
mulanya O. sativa dianggap terdiri
dari dua subspesies,
indica dan japonica (sinonim sinica).
Padi japonica umumnya berumur
panjang, postur tinggi namun mudah rebah, lemmanya memiliki "ekor"
atau "bulu" (Ing.
awn), bijinya cenderung membulat, dan
nasinya lengket. Padi indica,
sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, lemmanya tidak
ber-"bulu" atau hanya pendek saja, dan bulir cenderung oval sampai
lonjong. Walaupun kedua anggota subspesies ini dapat saling membuahi,
persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan
ini adalah kultivar
'IR8', yang merupakan hasil seleksi dari persilangan japonica (kultivar 'Deegeowoogen' dari Formosa) dengan indica (kultivar 'Peta' dari Indonesia). Selain kedua
varietas ini, dikenal varietas minor javanica
yang memiliki sifat antara dari kedua tipe utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa.
Kajian dengan
bantuan teknik biologi
molekular sekarang menunjukkan bahwa selain dua subspesies O. sativa yang utama, indica dan japonica, terdapat pula subspesies minor tetapi bersifat adaptif
tempatan, seperti aus (padi gogo dari
Bangladesh), royada (padi
pasang-surut/rawa dari Bangladesh),
ashina (padi pasang-surut dari India), dan aromatic (padi wangi dari Asia Selatan
dan Iran, termasuk padi
basmati yang terkenal). Pengelompokan ini dilakukan menggunakan penanda RFLP dibantu dengan isozim.[2] Kajian menggunakan
penanda genetik SSR
terhadap genom inti sel dan dua lokus pada genom kloroplas menunjukkan
bahwa pembedaan indica dan japonica adalah mantap, tetapi japonica ternyata terbagi menjadi tiga
kelompok khas: temperate japonica
("japonica daerah sejuk"
dari Cina, Korea, dan Jepang), tropical japonica ("japonica daerah tropika" dari Nusantara), dan aromatic. Subspesies aus merupakan kelompok yang terpisah.[3]
Berdasarkan
bukti-bukti evolusi molekular diperkirakan kelompok besar indica dan japonica
terpisah sejak ~440.000 tahun yang lalu dari suatu populasi spesies moyang O. rufipogon.[3]
Domestikasi padi terjadi
di titik tempat yang berbeda terhadap dua kelompok yang sudah terpisah ini.
Berdasarkan bukti arkeologi padi mulai dibudidayakan (didomestikasi) 10.000
hingga 5.000 tahun sebelum masehi.[4]
Keanekaragaman budidaya
Padi gogo
Di beberapa
daerah tadah hujan orang mengembangkan padi gogo, suatu tipe padi lahan kering
yang relatif toleran tanpa penggenangan seperti di sawah. Di Lombok dikembangkan
sistem padi gogo rancah, yang memberikan penggenangan dalam selang waktu
tertentu sehingga hasil padi meningkat.
Padi rawa
Padi rawa
atau padi pasang surut tumbuh liar atau dibudidayakan di daerah rawa-rawa.
Selain di Kalimantan, padi tipe ini ditemukan di lembah Sungai Gangga. Padi
rawa mampu membentuk batang yang panjang sehingga dapat mengikuti perubahan
kedalaman air yang ekstrem musiman.
Keanekaragaman tipe beras/nasi

Padi pera
Padi pera
adalah padi dengan kadar amilosa
pada pati lebih dari 20% pada berasnya. Butiran nasinya
jika ditanak tidak saling melekat. Lawan dari padi pera adalah padi pulen.
Sebagian besar orang Indonesia menyukai nasi jenis ini dan berbagai jenis beras
yang dijual di pasar Indonesia tergolong padi pulen. Penggolongan ini terutama
dilihat dari konsistensi nasinya.
Ketan
Ketan (sticky rice), baik yang putih maupun
merah/hitam, sudah dikenal sejak dulu. Padi ketan memiliki kadar amilosa di
bawah 1% pada pati berasnya. Patinya didominasi oleh amilopektin, sehingga jika
ditanak sangat lekat.
Padi wangi
Padi wangi
atau harum (aromatic rice)
dikembangkan orang di beberapa tempat di Asia, yang terkenal adalah ras
'Cianjur Pandanwangi' (sekarang telah menjadi kultivar unggul) dan 'rajalele'.
Kedua kultivar ini adalah varietas javanica
yang berumur panjang.
Di luar
negeri orang mengenal padi biji panjang (long
grain), padi biji pendek (short grain),
risotto, padi susu umumnya
menggunakan metode
silsilah. Salah satu tahap terpenting dalam pemuliaan padi adalah
dirilisnya kultivar
'IR5' dan 'IR8', yang merupakan padi pertama yang berumur pendek namun
berpotensi hasil tinggi. Ini adalah awal revolusi hijau dalam
budidaya padi. Berbagai kultivar padi berikutnya umumnya memiliki 'darah' kedua
kultivar perintis tadi.
Aspek budidaya

Teknik
budidaya padi telah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sejumlah
sistem budidaya diterapkan untuk padi.
•
Budidaya padi sawah (Ing. paddy atau paddy field), diduga dimulai dari daerah lembah Sungai Yangtse
di Tiongkok.
•
Budidaya padi lahan kering, dikenal manusia
lebih dahulu daripada budidaya padi sawah.
•
Budidaya padi lahan rawa, dilakukan di beberapa
tempat di Pulau Kalimantan.
•
Budidaya gogo rancah atau disingkat gora, yang merupakan modifikasi dari
budidaya lahan kering. Sistem ini sukses diterapkan di Pulau Lombok, yang hanya
memiliki musim hujan singkat.
Setiap sistem
budidaya memerlukan kultivar yang adaptif untuk masing-masing sistem. Kelompok
kultivar padi yang cocok untuk lahan kering dikenal dengan nama padi gogo.
Secara
ringkas, bercocok tanam padi mencakup persemaian, pemindahan atau penanaman,
pemeliharaan (termasuk pengairan, penyiangan, perlindungan tanaman, serta
pemupukan), dan panen. Aspek lain yang penting namun bukan termasuk dalam
rangkaian bercocok tanam padi adalah pemilihan kultivar, pemrosesan biji dan
penyimpanan biji.
Hama dan penyakit
Hama-hama penting
•
Penggerek
batang padi putih ("sundep", Scirpophaga innotata)
•
Penggerek
batang padi kuning (S. incertulas)
•
Wereng batang
punggung putih (Sogatella
furcifera)
•
Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
•
Wereng hijau
(Nephotettix impicticeps)
•
Lembing hijau
(Nezara viridula)
•
Walang sangit (Leptocorisa oratorius)
•
Ganjur
(Pachydiplosis oryzae)
•
Lalat bibit
(Arterigona exigua)
•
Ulat tentara/Ulat grayak (Spodoptera litura dan S. exigua)
•
Tikus sawah (Rattus argentiventer)
Penyakit-penyakit penting
•
blas
(Pyricularia oryzae, P. grisea)
Pengolahan gabah menjadi nasi
Setelah padi
dipanen, bulir padi atau gabah dipisahkan dari jerami
padi. Pemisahan dilakukan dengan memukulkan seikat padi sehingga gabah terlepas
atau dengan bantuan mesin pemisah gabah.
Gabah yang
terlepas lalu dikumpulkan dan dijemur. Pada zaman dulu, gabah tidak dipisahkan
lebih dulu dari jerami, dan dijemur bersama dengan merangnya. Penjemuran
biasanya memakan waktu tiga sampai tujuh hari, tergantung kecerahan penyinaran
matahari. Penggunaan mesin pengering jarang dilakukan. Istilah "Gabah Kering
Giling" (GKG) mengacu pada gabah yang telah dikeringkan dan
siap untuk digiling. (Lihat pranala luar). Gabah merupakan bentuk penjualan
produk padi untuk keperluan ekspor
atau perdagangan partai besar.
Gabah yang
telah kering disimpan atau langsung ditumbuk/digiling, sehingga beras terpisah dari sekam (kulit gabah). Beras
merupakan bentuk olahan yang dijual pada tingkat konsumen. Hasil sampingan
yang diperoleh dari pemisahan ini adalah:
•
sekam
(atau merang), yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar
•
bekatul,
yakni serbuk kulit ari beras; digunakan sebagai bahan makanan ternak, dan
•
dedak,
campuran bekatul kasar dengan serpihan sekam yang kecil-kecil; untuk makanan
ternak.
Beras dapat
dikukus
atau ditim agar menjadi nasi yang siap dimakan.
Beras atau ketan yang ditim dengan air berlebih akan menjadi bubur. Pengukusan beras
dapat juga dilakukan dengan pembungkus, misalnya dengan anyaman daun kelapa muda menjadi ketupat, dengan daun pisang menjadi lontong, atau dengan bumbung
bambu yang disebut lemang (biasanya dengan santan). Beras juga dapat
diolah menjadi minuman penyegar (beras kencur) atau obat
balur untuk mengurangi rasa pegal (param).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar